Sunday, December 13, 2009
Sebetulnya, apakah yang kau gelisahkan?
...........
Sebetulnya, apakah yang kau gelisahkan?
Engkau telah mengenal rasa gelisah ini – cukup lama.
Ia membuatmu tidak betul-betul melihat yang kau lihat, membuatmu tidak berada di mana engkau berada, membuatmu melamun dalam keriuhan dunia, dan membuatmu tak sabaran bahkan mengenai hal-hal penting yang akan menyelamatkan mu.
Engkau demikian gelisah, hingga engkau mendengar ada suara, tetapi tidak terdengar seperti suara yang ada artinya. Engkau terlibat, tetapi tidak turut serta.
Engkau sedang merasakan sesuatu yang pedih, tetapi tidak jelas apa yang dipedihkannya, dan untuk apa kepedihan itu.
Yang kau tahu hanyalah hati mu yang pedih. Pandangan mu yang abu-abu dan nanar. Pendengaran mu yang bergumam dengan gema celoteh orang yang dekat tetapi seperti jauh.
Dan dalam kegamangan itu, engkau terkadang berbicara – yang cepat sekali engkau lupa – apa yang kau katakan tadi, dan yang tak jelas apa perannya bagi pencerahan hidupmu.
Rasa yang tidak menenangkan ini sudah cukup lama kau kenal.
Dan setiap kali ia datang bertamu dan mencabut akar-akar ketenangan hatimu, engkau seperti terseret tak bertenaga, turut serta dalam penikmatan perasaan tak berdaya itu.
Engkau mentenagai kegelisahan mu dengan pembayangan kesulitan dan penderitaan yang akan kau alami,
… seolah-olah engkau sedang merencanakan kehidupan yang sulit di masa depan, dan yang kau yakini akan betul-betul terjadi.
………..
Adikku yang hatinya merindukan kasih sayang,
Sini …
Duduklah dekat-dekat dengan ku.
Beritahulah aku, apa yang menggelisahkan mu?
Jika sulit bagi mu untuk berbicara sekarang, bisikkanlah dekat-dekat ke telinga ku.
Aku bisa merasakan beban yang menggelantung dan menarik hati mu ke bawah.
Dan memang rasanya begitu, berat - tetapi tidak kau lihat bebannya, meremat dinding hatimu – tetapi tak kau lihat jemari yang kejam itu, mengiris kulit hatimu – tetapi tak jelas dari mana irisan itu berawal.
Yang kau tahu adalah bahwa engkau sedih. Sedih sekali,
… dan engkau berdiri sendiri dalam kesedihanmu.
………..
Adikku yang hatinya adalah hatiku,
dan yang pedihnya juga adalah pedih ku,
Angkatlah sedikit wajahmu, dan lihatlah aku melalui kebeningan air mata yang menggenang di pelupuk matamu …
Jika engkau memperhatikan, semua kepedihanmu bukanlah kepedihan baru.
Engkau telah pernah merasakannya, bahkan telah beberapa kali dalam hidup mu yang beragam warna itu.
Dulu, engkau pernah merasakan kepedihan yang sangat dalam, dan yang di dasar dari kepedihan itu engkau merintih, berontak, memprotes, dan menyalahkan kehidupan yang berlaku tidak adil kepada mu.
Pernah juga engkau marah kepada Tuhan.
Engkau menuduh-Nya tidak adil, tidak menyayangi mu, membedakan perlakuan untuk mu, dan Tuhan membahagiakan orang lain – bahkan yang tak sebaik diri mu.
Engkau demikian dalam tenggelam dalam kesedihan, dan dalam ketidak-berdayaan mu – bibir hatimu merintih dan melamatkan kata-kata permintaan tolong, yang mungkin tak kau tujukan kepada Tuhan, tetapi tetap juga didengar oleh Tuhan.
Dan kemudian engkau terselamatkan, keluar dari kesedihanmu, dan tertawa riang lagi, aktif terlibat dalam kehidupan, berhasil di sini, dipuji di situ, dan dipuja di sana.
Engkau menarikan kegembiraan hidup, … tanpa pernah menyadari bahwa engkau hanya bisa selamat karena diselamatkan.
Mungkin karena kebiasaan mu untuk melihat dirimu yang tidak penting - saat engkau bersedih, engkau tidak melihat hubungan antara rintihan dan keluhanmu saat bersedih, dengan penyelamatan mu saat itu.
Telah berapa kali-kah engkau diseruakkan keluar dari kesedihan dan penderitaan, dan berlari cepat menuju padang-padang hijau pembahagiaan mu, tanpa melambatkan sedikit langkah mu, dan menundukkan kepala mu, dan melirihkan suaramu, dan berhenti, dan berdiri khusuk … menyampaikan terima kasih kepada Tuhan, yang dengan demikian penuh kasih – mengeluarkan mu dari penderitaan.
Apakah engkau pernah menyempatkan diri untuk berlaku baik kepada-Nya setelah penyelamatan mu dari kesedihan-kesedihan mu dulu?
...........
Berlakulah baik juga kepada Tuhan.
Apakah engkau tidak kasihan kepada-Nya?
Beliau memang tidak butuh kau kasihani, tetapi apakah hatimu tidak merasakan kesemena-menaan mu kepada Tuhan?
Beliau itu sangat mengasihi mu. Sangat memperhatikan mu. Dan sangat memanjakan mu.
Apakah kira-kira perasaan Tuhan saat kau meronta dalam kemarahan mu, merintih dalam kesedihan mu, memprotes dalam kegelisahan mu, dan menuduh dalam kebingungan mu?
Beliau menyaksikan, … mengangguk penuh kasih, tidak membela diri, tidak menyalahkan mu, tidak mengungkit-ungkit kesalahan masa lalu mu.
Para malaikat yang malu melihat perilaku mu, merasakan anggukan Tuhan Yang Maha Pengasih – dan bersegera turun mendampingi mu dalam kesedihan mu, dan menuntun mu untuk menemukan jalan keluar dari kesulitan mu.
Dengan enggan engkau berjalan, tertatih, dan masih mengeluh.
Tetapi, segera wajah mu merekah dengan kegembiraan, karena engkau melihat sinar terang dari penyelesaian masalah mu, dan engkau melompat, dan engkau berlariiiiii gembira dan menariiiiii gembira, tanpa sedikit pun engkau menolehkan wajah mu ke arah Tuhan yang telah menyelamatkan mu.
Sebetulnya, waktu itu … jika engkau harus berterima kasih, kepada siapakah kau sampaikan terima kasih mu?
Apakah engkau tidak merasa kasihan kepada Tuhan yang setia memperhatikan kebaikan mu, tetapi yang sering kau abaikan?
Di manakah engkau harapkan Tuhan duduk, dan ke arah manakah wajah Tuhan kau harapkan menghadap, saat engkau menikmati hari-hari kemenangan mu?
Lalu, saat engkau memasuki masa-masa sedih dan pedih lagi, apakah yang kau harapkan Tuhan lakukan?
Apakah engkau akan memanggil-Nya lagi?
Untuk kau protes keadilan dan kasih sayang-Nya?
Untuk mendengar rintihan dan keluhan mu, yang getol sekali mengasihani dirinya sendiri, dan tidak menyediakan sedikit kejujuran untuk melihat kedalam kesalahan-kesalahannya sendiri?
………..
Adikku yang kemenangan hidupnya penting sekali bagi Tuhan,
Camkanlah ini,
Tuhan tidak butuh kau kasihani, tetapi apakah engkau tidak kasihan kepada Tuhan?
Tuhan tidak membutuhkan mu, tetapi engkau saaangat membutuhkan Tuhan.
Tuhan meminta mu berlaku baik kepada sesama, kepada binatang, kepada tanaman, dan kepada alam. Beliau meminta mu berlaku baik.
Apakah tak terpikir oleh mu bahwa engkau juga diharapkan untuk berlaku baik kepada Tuhan?
Dari semua hal yang bisa kau pikirkan untuk menjadi tempat curahan kebaikan mu, mengapakah engkau sering melupakan bahwa Tuhan adalah tempat curahan kebaikan mu yang akan paling membaikkan mu?
Jika engkau berlaku baik kepada Tuhan, tidak mungkin engkau tidak akan berlaku baik kepada apa pun dan siapa pun.
Dan dengannya, engkau akan dinaikkan ke kelas-kelas jiwa yang dihormati harapannya, yang direstui rencana-rencananya, dan yang ditenagai upaya-upayanya.
Apakah kira-kira perasaan mu, jika engkau termasuk kelompok jiwa, yang jika mencari sesuatu – yang kau cari itu diletakkan Tuhan tepat di depan mu, bahkan sebelum engkau melangkah?
Apakah kira-kira perasaan mu, jika engkau hanya cukup berharap, untuk kemudian terjadi apa yang kau harapkan?
Dan,
Apakah kira-kira perasaan mu, jika engkau bisa jelas melihat hubungan antara kebaikan yang kau lakukan dengan kebaikan yang kau terima?
Tidakkah engkau tertarik untuk diberikan indera yang melihat tindakan, mendengar harapan, dan merasakan perilaku Tuhan?
Maha besar Tuhan Yang Maha Pengasih.
………..
Adik ku yang hatinya mulia,
Haruskah ku ingatkan kepada mu bahwa kita tadi memulai pembicaraan ini mengenai kegelisahan mu?
Apakah engkau masih gelisah?
Apakah engkau sekarang tersenyum dalam keharuan?
Adik ku yang dikirimkan ibu mu kepada ku,
Engkau telah menyaksikan bagaimana kegelisahan bisa kau hilangkan dengan menjadikan hati mu lebih menyayangi Tuhan.
Terimalah ini dengan tulus, bahwa tidak ada yang tidak bisa kau capai dengan penyerahan diri dan kehidupan mu kepada Tuhan.
Jika kau serahkan diri mu kepada Tuhan, Tuhan-lah yang akan menetapkan peran dan tugas mu dalam kehidupan ini.
Dan jiwa yang tugasnya ditetapkan oleh Tuhan, tidak akan dibiarkan hidup dalam raga yang tidak terpelihara kebaikan dan kehormatannya.
………..
Sahabat saya yang memiliki bakat bagi keperwiraan yang gagah dan mulia,
Saya berharap agar Tuhan berkenan untuk menjadikan kita sahabat seperjuangan dalam memajukan kebaikan dan mencegah terjadinya keburukan bagi kemanusiaan dan alam.
Marilah kita bersatu untuk menjadi pemimpin bagi penyejahteraan, pembahagiaan, dan pencemerlangan kehidupan kita sebagai bangsa yang mulia.
Marilah kita mulai dengan menjadikan diri kita pemulia kehidupan keluarga kita tercinta. Dari keluarga yang berbahagia lah, lahir dan tumbuh pemimpin-pemimpin bangsa yang jujur, yang tegas, dan yang mampu.
Sebetulnya, apakah yang kau gelisahkan?
Engkau telah mengenal rasa gelisah ini – cukup lama.
Ia membuatmu tidak betul-betul melihat yang kau lihat, membuatmu tidak berada di mana engkau berada, membuatmu melamun dalam keriuhan dunia, dan membuatmu tak sabaran bahkan mengenai hal-hal penting yang akan menyelamatkan mu.
Engkau demikian gelisah, hingga engkau mendengar ada suara, tetapi tidak terdengar seperti suara yang ada artinya. Engkau terlibat, tetapi tidak turut serta.
Engkau sedang merasakan sesuatu yang pedih, tetapi tidak jelas apa yang dipedihkannya, dan untuk apa kepedihan itu.
Yang kau tahu hanyalah hati mu yang pedih. Pandangan mu yang abu-abu dan nanar. Pendengaran mu yang bergumam dengan gema celoteh orang yang dekat tetapi seperti jauh.
Dan dalam kegamangan itu, engkau terkadang berbicara – yang cepat sekali engkau lupa – apa yang kau katakan tadi, dan yang tak jelas apa perannya bagi pencerahan hidupmu.
Rasa yang tidak menenangkan ini sudah cukup lama kau kenal.
Dan setiap kali ia datang bertamu dan mencabut akar-akar ketenangan hatimu, engkau seperti terseret tak bertenaga, turut serta dalam penikmatan perasaan tak berdaya itu.
Engkau mentenagai kegelisahan mu dengan pembayangan kesulitan dan penderitaan yang akan kau alami,
… seolah-olah engkau sedang merencanakan kehidupan yang sulit di masa depan, dan yang kau yakini akan betul-betul terjadi.
………..
Adikku yang hatinya merindukan kasih sayang,
Sini …
Duduklah dekat-dekat dengan ku.
Beritahulah aku, apa yang menggelisahkan mu?
Jika sulit bagi mu untuk berbicara sekarang, bisikkanlah dekat-dekat ke telinga ku.
Aku bisa merasakan beban yang menggelantung dan menarik hati mu ke bawah.
Dan memang rasanya begitu, berat - tetapi tidak kau lihat bebannya, meremat dinding hatimu – tetapi tak kau lihat jemari yang kejam itu, mengiris kulit hatimu – tetapi tak jelas dari mana irisan itu berawal.
Yang kau tahu adalah bahwa engkau sedih. Sedih sekali,
… dan engkau berdiri sendiri dalam kesedihanmu.
………..
Adikku yang hatinya adalah hatiku,
dan yang pedihnya juga adalah pedih ku,
Angkatlah sedikit wajahmu, dan lihatlah aku melalui kebeningan air mata yang menggenang di pelupuk matamu …
Jika engkau memperhatikan, semua kepedihanmu bukanlah kepedihan baru.
Engkau telah pernah merasakannya, bahkan telah beberapa kali dalam hidup mu yang beragam warna itu.
Dulu, engkau pernah merasakan kepedihan yang sangat dalam, dan yang di dasar dari kepedihan itu engkau merintih, berontak, memprotes, dan menyalahkan kehidupan yang berlaku tidak adil kepada mu.
Pernah juga engkau marah kepada Tuhan.
Engkau menuduh-Nya tidak adil, tidak menyayangi mu, membedakan perlakuan untuk mu, dan Tuhan membahagiakan orang lain – bahkan yang tak sebaik diri mu.
Engkau demikian dalam tenggelam dalam kesedihan, dan dalam ketidak-berdayaan mu – bibir hatimu merintih dan melamatkan kata-kata permintaan tolong, yang mungkin tak kau tujukan kepada Tuhan, tetapi tetap juga didengar oleh Tuhan.
Dan kemudian engkau terselamatkan, keluar dari kesedihanmu, dan tertawa riang lagi, aktif terlibat dalam kehidupan, berhasil di sini, dipuji di situ, dan dipuja di sana.
Engkau menarikan kegembiraan hidup, … tanpa pernah menyadari bahwa engkau hanya bisa selamat karena diselamatkan.
Mungkin karena kebiasaan mu untuk melihat dirimu yang tidak penting - saat engkau bersedih, engkau tidak melihat hubungan antara rintihan dan keluhanmu saat bersedih, dengan penyelamatan mu saat itu.
Telah berapa kali-kah engkau diseruakkan keluar dari kesedihan dan penderitaan, dan berlari cepat menuju padang-padang hijau pembahagiaan mu, tanpa melambatkan sedikit langkah mu, dan menundukkan kepala mu, dan melirihkan suaramu, dan berhenti, dan berdiri khusuk … menyampaikan terima kasih kepada Tuhan, yang dengan demikian penuh kasih – mengeluarkan mu dari penderitaan.
Apakah engkau pernah menyempatkan diri untuk berlaku baik kepada-Nya setelah penyelamatan mu dari kesedihan-kesedihan mu dulu?
...........
Berlakulah baik juga kepada Tuhan.
Apakah engkau tidak kasihan kepada-Nya?
Beliau memang tidak butuh kau kasihani, tetapi apakah hatimu tidak merasakan kesemena-menaan mu kepada Tuhan?
Beliau itu sangat mengasihi mu. Sangat memperhatikan mu. Dan sangat memanjakan mu.
Apakah kira-kira perasaan Tuhan saat kau meronta dalam kemarahan mu, merintih dalam kesedihan mu, memprotes dalam kegelisahan mu, dan menuduh dalam kebingungan mu?
Beliau menyaksikan, … mengangguk penuh kasih, tidak membela diri, tidak menyalahkan mu, tidak mengungkit-ungkit kesalahan masa lalu mu.
Para malaikat yang malu melihat perilaku mu, merasakan anggukan Tuhan Yang Maha Pengasih – dan bersegera turun mendampingi mu dalam kesedihan mu, dan menuntun mu untuk menemukan jalan keluar dari kesulitan mu.
Dengan enggan engkau berjalan, tertatih, dan masih mengeluh.
Tetapi, segera wajah mu merekah dengan kegembiraan, karena engkau melihat sinar terang dari penyelesaian masalah mu, dan engkau melompat, dan engkau berlariiiiii gembira dan menariiiiii gembira, tanpa sedikit pun engkau menolehkan wajah mu ke arah Tuhan yang telah menyelamatkan mu.
Sebetulnya, waktu itu … jika engkau harus berterima kasih, kepada siapakah kau sampaikan terima kasih mu?
Apakah engkau tidak merasa kasihan kepada Tuhan yang setia memperhatikan kebaikan mu, tetapi yang sering kau abaikan?
Di manakah engkau harapkan Tuhan duduk, dan ke arah manakah wajah Tuhan kau harapkan menghadap, saat engkau menikmati hari-hari kemenangan mu?
Lalu, saat engkau memasuki masa-masa sedih dan pedih lagi, apakah yang kau harapkan Tuhan lakukan?
Apakah engkau akan memanggil-Nya lagi?
Untuk kau protes keadilan dan kasih sayang-Nya?
Untuk mendengar rintihan dan keluhan mu, yang getol sekali mengasihani dirinya sendiri, dan tidak menyediakan sedikit kejujuran untuk melihat kedalam kesalahan-kesalahannya sendiri?
………..
Adikku yang kemenangan hidupnya penting sekali bagi Tuhan,
Camkanlah ini,
Tuhan tidak butuh kau kasihani, tetapi apakah engkau tidak kasihan kepada Tuhan?
Tuhan tidak membutuhkan mu, tetapi engkau saaangat membutuhkan Tuhan.
Tuhan meminta mu berlaku baik kepada sesama, kepada binatang, kepada tanaman, dan kepada alam. Beliau meminta mu berlaku baik.
Apakah tak terpikir oleh mu bahwa engkau juga diharapkan untuk berlaku baik kepada Tuhan?
Dari semua hal yang bisa kau pikirkan untuk menjadi tempat curahan kebaikan mu, mengapakah engkau sering melupakan bahwa Tuhan adalah tempat curahan kebaikan mu yang akan paling membaikkan mu?
Jika engkau berlaku baik kepada Tuhan, tidak mungkin engkau tidak akan berlaku baik kepada apa pun dan siapa pun.
Dan dengannya, engkau akan dinaikkan ke kelas-kelas jiwa yang dihormati harapannya, yang direstui rencana-rencananya, dan yang ditenagai upaya-upayanya.
Apakah kira-kira perasaan mu, jika engkau termasuk kelompok jiwa, yang jika mencari sesuatu – yang kau cari itu diletakkan Tuhan tepat di depan mu, bahkan sebelum engkau melangkah?
Apakah kira-kira perasaan mu, jika engkau hanya cukup berharap, untuk kemudian terjadi apa yang kau harapkan?
Dan,
Apakah kira-kira perasaan mu, jika engkau bisa jelas melihat hubungan antara kebaikan yang kau lakukan dengan kebaikan yang kau terima?
Tidakkah engkau tertarik untuk diberikan indera yang melihat tindakan, mendengar harapan, dan merasakan perilaku Tuhan?
Maha besar Tuhan Yang Maha Pengasih.
………..
Adik ku yang hatinya mulia,
Haruskah ku ingatkan kepada mu bahwa kita tadi memulai pembicaraan ini mengenai kegelisahan mu?
Apakah engkau masih gelisah?
Apakah engkau sekarang tersenyum dalam keharuan?
Adik ku yang dikirimkan ibu mu kepada ku,
Engkau telah menyaksikan bagaimana kegelisahan bisa kau hilangkan dengan menjadikan hati mu lebih menyayangi Tuhan.
Terimalah ini dengan tulus, bahwa tidak ada yang tidak bisa kau capai dengan penyerahan diri dan kehidupan mu kepada Tuhan.
Jika kau serahkan diri mu kepada Tuhan, Tuhan-lah yang akan menetapkan peran dan tugas mu dalam kehidupan ini.
Dan jiwa yang tugasnya ditetapkan oleh Tuhan, tidak akan dibiarkan hidup dalam raga yang tidak terpelihara kebaikan dan kehormatannya.
………..
Sahabat saya yang memiliki bakat bagi keperwiraan yang gagah dan mulia,
Saya berharap agar Tuhan berkenan untuk menjadikan kita sahabat seperjuangan dalam memajukan kebaikan dan mencegah terjadinya keburukan bagi kemanusiaan dan alam.
Marilah kita bersatu untuk menjadi pemimpin bagi penyejahteraan, pembahagiaan, dan pencemerlangan kehidupan kita sebagai bangsa yang mulia.
Marilah kita mulai dengan menjadikan diri kita pemulia kehidupan keluarga kita tercinta. Dari keluarga yang berbahagia lah, lahir dan tumbuh pemimpin-pemimpin bangsa yang jujur, yang tegas, dan yang mampu.
0 comments: